Adanya pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir tahun 2015, diprediksi dokter dan dokter gigi asing akan semakin banyak masuk ke Indonesia, baik melalui jalur pendidikan/pelatihan, penelitian, pelayanan ataupun bakti sosial/bencana. Dalam menghadapi tantangan dan ancaman tersebut, maka diperlukan dibentuknya peraturan perundang-undangan untuk penapisan serbuan TKWNA, dengan sinergitas peran dan fungsi KKI bersama dengan seluruh Pemangku Kepentingan.
Terkait hal tersebut, bertempat di Harris Festival Citylink Bandung, KKI mengadakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dengan Pemangku Kepentingan selama 3 (tiga) hari sejak tanggal 10 Agustus -12 Agustus 2015. Tema yang diusung pada rapat tersebut adalah “Kemandirian Pengaturan Profesi Kedokteran dalam Menghadapi Tantangan Masa Kini dan Mendatang”. Tujuan pelaksanaan Rakornas adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap berbagai aspek perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan terkait dengan kemandirian pengaturan profesi kedokteran dalam menghadapi tantangan massa kini dan mendatang disampaikan oleh Ketua KKI Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp. A (K).
Rakornas dihadiri oleh Pemangku Kepentingan yaitu Organisasi Profesi (IDI/PDGI Wilayah dan Cabang), Asosiasi Institusi Pendidikan Indonesia (AIPKI), Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI), Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Asosiasi Rumah Sakit Gigi Mulut Pendidikan Indonesia (ARSGMPI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Rumah Sakit, Kolegium Kedokteran/Kedokteran Gigi serta Fakultas Kedokteran/Kedokteran Gigi.
Narasumber yang hadir yaitu Laksda TNI (Purn) Robert Mangindaan (Taprof Bidang Diplomasi/HI Lemhannas RI), Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp. U (Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes), Prof. Intan Ahmad, Ph.D (Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti), dr. H. Syamsu Rizal (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna), drg. Farichah Hanum, M.Kes (Ketua Umum PB PDGI), Prof. Dr. I. Oetama Marsis, Sp.OG (PB. Ikatan Dokter Indonesia).
Robert Mangindaan mengatakan bahwa Konsil Kedokteran Indonesia memiliki posisi strategik sebagai badan regulator dalam ketahanan nasional. Perlu adanya kewenangan kemandirian dalam pengaturan profesi kedokteran terkait pembuatan standar kompetensi, registrasi, pembinaan dan pengawasan termasuk didalamnya adalah penegakkan disiplin praktik kedokteran disampaikan oleh Prof. Akmal Taher dalam paparannya.
Dirjen Belmawa Kemenristekdikti menyampaikan harmonisasi regulasi pendidikan dan pelayanan kesehatan dibutuhkan dalam membentuk kerangka kerja harmonisasi supply-demand bidang kedokteran.
Permasalahan penyelenggaraan praktik kedokteran di daerah dipaparkan oleh Kadinkes Kabupaten Natuna. Perlu adanya solusi antara lain adalah menempatkan dokter yang kompeten dan profesional, adanya sarana dan prasarana yang memadai, tersedianya transportasi yang besar dan layak, serta perlu adanya penambahan insentif. Kewenangan tambahan diberikan kepada dokter (umum) pada daerah tertentu berdasarkan program pemerintah dan/atau sesuai kebutuhan dijelaskan oleh Prof. I.O. Marsis, Komisioner KKI yang mewakili PB. IDI.
Koordinasi antar kolegium dibutuhkan untuk memutuskan pendidikan dan pelatihan di Indonesia. drg. Farichah Hanum menyampaikan bahwa sertifikat kompetensi tambahan diberikan kepada dokter dan dokter gigi pada daerah tertentu untuk pemenuhan dan pemerataan kebutuhan pelayanan kesehatan spesialistik dan perkembangan ilmu pengetahuan, sedangkan sertifikat kualifikasi tambahan diberikan dalam rangka penguatan kompetensi dokter/dokter gigi.
Pada Rakornas tersebut dilaksanakan diskusi terbuka antara peserta dengan komisioner KKI dan MKDKI. Pembahasan lebih spesifik dilakukan dalam diskusi yang terbagi dalam 3 (tiga) kelompok. Dari hasil diskusi diperoleh asupan terkait rancangan regulasi, beban kerja KKI dan usulan mengenai sistem pembinaan Praktik Kedokteran.
(Humas)
Komentar
Komentar di nonaktifkan.